POLITISASI AGAMA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA (STUDI PEMILIHAN KEPALA DESA PALING SERUMPUN PRIODE 2020-2026)
DOI:
https://doi.org/10.31004/jrpp.v7i1.24117Keywords:
Politisasi Agama Desa Paling SerumpunAbstract
Berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah menciptakan suasana baru dalam proses pilkades. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan masyarakat dan bangsa dalam sistem pemilihan kepala desa ini telah menambah semaraknya mereka di dalam mengembangkan kehidupan berdemokrasi. tujuan Penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimana politisasi agama untuk kepentingan politik yang dilakukan seorang calon kepala desa di desa laut dendang dalam Hukum Islam,Untuk mengetahui bagaimana bentuk politisasi agama dalam pemilihan kepala desa dan untuk mengetahui bagaimana pendapat dari tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap kandidat yang mempolitisasi agama. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil peneltian ini yang dilakukan peneliti mengenai politisai agama dalam pemilihan kepala desa di Desa Paling serumpun, Praktik politisasi agama yang terjadi di Desa paling serumpun dilatar belakangi oleh adanya pemilihan kepala desa. Di mana setiap calon kepala desa akan berkampanye dengan menggunakan “politisasi agama” untuk menarik simpati warganya agar bersimpati sehingga calon kepala desa tersebut akan dipilih menjadi kepala desa. Calon kepala desa akan menempatkan tim suksesnya untuk berkampanye di tempat-tempat yang strategis atau turun sendiri untuk mempromosikan dirinya agar terpilih yang tentunya dengan jargon-jargon yang sudahdirancang sebelum hari H berkampanye demi suksesnya tujuannya.Calon kepala desa akan mendatangi orang yang dianggap berpengaruh, seperti mendatangi tokoh agama, tokoh masyarakat, ketua perkumpulan organisasi, bahkan kalangan blater sekalipun. Dengan tujuan agar menginstruksikan terhadap bawahan (anak buahnya) atau tetangga sekitarnya untuk memilih calon kepala desa. Politisasi agama tidak boleh dilakukan karena di nilai dapat merusak suatu kelompok agama tertentu yang akan dapat menimbulkan perpecahan. Jika kandidat yang hendak ingin di pilih menjadi pemimpin maka, kandidat tersebut menyusun suatu program apa yang akan di buat yang bisa di terima di kalangan masyarakat. Bukan program yang saling menjatuhkan dengan membawa agama.References
Abdul Basir, 2013. Bahasa Agama: Antara Normatifitas dan Historisitas, Tarbiyah Islamiyah, Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, No. 2, 2013
Abdul Malik & Ariyandi Batubara, 2014, Komodifikasi Agama dalam Ruang Politik di Seberang Kota Jambi, Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014.
Ahmad Ali Riyadi, 2011. Bahasa Politik Islam Di Indonesia, Institut Agama Islam Tribakti, Vol. 22, No. 1, Januari 2011 Dokumen Desa Paling Serumpun Gunawan, Imam, 2013.
Kedesa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peraturan Desa, Kepala Desa, Pemilihan Kepala Desa,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Teori dan Praktik, Bumi Aksara, Jakarta Handbook, Seri, 2014.
Mohammad Supriyadi, 2015, Politisasi Agama di Ruang Publik: Komunikasi SARA dalam Perdebatan Rational Choice Theory, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jurnal Keamanan Nasional, Vol. 1, Nomor 3, 2015.
Muhammad Fakhri Ali Khalehar, Ade Adliana J.S, Ivan Salim Zarkasyi, Prayetno, 2017,
Peraturan Perundangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Mitra Print, Jakarta.
Perilaku Memilih Pemilih Pemula pada Proses Pemilihan Kepala Desa Paling Serumpun Tahun 2020,
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Salamah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.