HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBANG TAHUN 2023
DOI:
https://doi.org/10.31004/sjkt.v2i4.19759Keywords:
efikasi diri, kualitas hidup, TB paruAbstract
Tuberkulosis paru (TB paru) tetap menimbulkan masalah kesehatan seluruh dunia dan merupakan alasan terbesar meninggal karena penyakit menular. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2019, negara Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang total kasus tuberkulosisnya terbesar. percaya diri pada kemampuannya merupakan bagian faktor yang menentukan kualitas hidup penderita tuberculosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang mempunyai desain cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 sampai 16 Juni 2023. Populasi penelitian ini hanya seseorang menderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang dengan berjumlah 110 jiwa dan besar sampel 86 jiwa dengan teknik pengacakan sederhana. Sampel. Alat pengukurannya adalah kuesioner yang mana kuesioner efikasi diri diperoleh kuesioner GSE dan kuesioner kualitas hidup diperoleh kuesioner WHOQOL yang diolah uji chi-square (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan 51 orang (59,7%) mempunyai efikasi diri rendah dan 47 orang (54,7%) memiliki kualitas hidup yang buruk. Sehingga hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang (p-value 0,003). Penderita tuberkulosis diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri dengan meningkatkan kemandirian dalam mengelola penyakitnya, misalnya dengan memahami penyakit tuberkulosis sehingga pasien dapat memperoleh kualitas hidup lebih baik.References
HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBANG
TAHUN 2023
Noranisa1*, Alini2 , Ade Dita Puteri3
Program Studi S1 Keperawatan,Fakultas Ilmu Kesehatan,Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai1,2 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai3
*Corresponding Author: [email protected]
ABSTRAK
Tuberkulosis paru (TB paru) tetap menimbulkan masalah kesehatan seluruh dunia dan merupakan alasan terbesar meninggal karena penyakit menular. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2019, negara Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang total kasus tuberkulosisnya terbesar. percaya diri pada kemampuannya merupakan bagian faktor yang menentukan kualitas hidup penderita tuberculosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang mempunyai desain cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 sampai 16 Juni 2023. Populasi penelitian ini hanya seseorang menderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang dengan berjumlah 110 jiwa dan besar sampel 86 jiwa dengan teknik pengacakan sederhana. Sampel. Alat pengukurannya adalah kuesioner yang mana kuesioner efikasi diri diperoleh kuesioner GSE dan kuesioner kualitas hidup diperoleh kuesioner WHOQOL yang diolah uji chi-square (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan 51 orang (59,7%) mempunyai efikasi diri rendah dan 47 orang (54,7%) memiliki kualitas hidup yang buruk. Sehingga hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang (p-value 0,003). Penderita tuberkulosis diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri dengan meningkatkan kemandirian dalam mengelola penyakitnya, misalnya dengan memahami penyakit tuberkulosis sehingga pasien dapat memperoleh kualitas hidup lebih baik.
Kata kunci : efikasi diri, kualitas hidup, TB paru
ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) continues to cause health problems throughout the world and is the biggest reason for death due to infectious diseases. Based on the 2019 Global Tuberculosis Report, Indonesia is one of the 5 countries with the largest total number of tuberculosis cases. Confidence in one's abilities is part of the factors that determine the quality of life of tuberculosis sufferers. The aim of this research is to determine the relationship between self-efficacy and the quality of life of tuberculosis patients in the Tambang Health Center working area. This research is a quantitative study that has a cross-sectional design. This research was carried out from 5 to 16 June 2023. The population of this study was only people suffering from tuberculosis in the Tambang Community Health Center working area with a total of 110 people and a sample size of 86 people using a simple randomization technique. Sample. The measurement tool is a questionnaire where the self-efficacy questionnaire is obtained from the GSE questionnaire and the quality of life questionnaire is obtained from the WHOQOL questionnaire which is processed by the chi-square test (p<0.05). The results showed that 51 people (59.7%) had low self-efficacy and 47 people (54.7%) had a poor quality of life. So the results of the chi-square test show that there is a relationship between self-efficacy and the quality of life of tuberculosis patients in the Tambang Health Center working area (p-value 0.003). It is hoped that tuberculosis sufferers can increase their self-efficacy by increasing their independence in managing their disease, for example by understanding tuberculosis so that patients can have a better quality of life.
Keywords : self-efficacy, quality of life, pulmonary TB
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB paru) tetap menimbulkan masalah kesehatan didunia dan merupakan alasan terbesar meninggal karena penyakit menular (Aini & Rufia, 2019). Tuberkulosis dikategorikan penyakit menular kronis dengan tetap menimbulkan masalah serius bagi penduduk global (Arief, 2018).
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2019, Indonesia merupakan 1 dari 5 negara yang total penderita tuberkulosis paru tertinggi, antara lain India sebesar 17%, Nigeria sebesar 11%, Indonesia sebesar 10%, Pakistan sebesar 8%, Filipina sebesar 7%. Laporan kekambuhan dan kasus baru di Indonesia terus meningkat dari tahun 2015 hingga 2019, meningkat sebesar 69,4%. Sebanyak 86% penderita tuberkulosis terbaru muncul pada 30 negara yang bebannya tuberkulosis terbesar tahun 2020. Delapan negara menyumbang dua pertiga kasus tuberkulosis terbaru: Afrika Selatan, Bangladesh, Nigeria, Pakistan, Filipina, Indonesia dan China serta India (WHO, 2020).
Pada tahun 2017, india merupakan negara ketiga dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi setelah India dan Tiongkok. Kasus tuberkulosis paru yang dilaporkan di Indonesia berjumlah 842. 000, dimana hanya 442. 000 yang melaporkan tuberkulosis paru dan 400.000 tidak dilaporkan ataupun tidak terdiagnosis, total penderita tuberkulosis adalah 254/100.000 ataupun 25,40/1.000.000 populasi (WHO, 2018).
Di Provinsi Riau jumlah kasus tuberkulosis menurut data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru pada tahun 2020, pencapaian standar pelayanan minimal (MPS) tuberkulosis paru sebanyak 7. 646 atau 20,70% sedangkan pada tahun 2021 jumlah kasus tuberkulosis meningkat sebesar 13. 360 atau 36,0,83% (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2021). Berdasarkan data kasus tuberkulosis yang tersebar di 10 puskesmas, kasus tuberkulosis terbanyak terdapat di Puskesmas Tambang yaitu sebanyak 110 orang. Sedangkan untuk data 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Kampar, kasus tuberkulosis terbanyak terdapat di Puskesmas Tambang sebanyak 110 orang (14,3%).
TBC merupakan penyakit kronis bisa menentukan kualitas hidup penderita tuberkulosis. Penderita tuberkulosis (TB) mempunyai gangguan bermakna dalam kehidupan sosialnya serta menghadapi stigma dan diskriminasi. Persepsi seseorang pada hidupnya untuk konteks budaya dan nilai-nilai kehidupan guna memperoleh tujuan hidupnya ialah kualitas hidup (Yuniarti, 2018).
Kualitas hidup seseorang akan mempengaruhi kepuasan hidup seseorang. Supaya memperoleh kualitas hidupnya, individu mesti mampu mempertahankan kesehatan tubuh dan pikiran serta jiwanya. Sampai akhirnya individu mampu melaksanakan semua aktivitasnya tanpa adanya gangguan (Rarani, 2014). Baik buruknya kualitas hidup mempengaruhi kehidupan seseorang. Dampak buruknya kualitas hidup ini diwujudkan dalam bentuk rasa frustasi, cemas, takut, mudah tersinggung, dan cemas berkepanjangan sehingga menyebabkan seseorang putus asa atau kehilangan semangat menghadapi masa depan. Berbeda dengan orang dengan kualitas hidup yang baik, seseorang akan lebih percaya diri, lebih bahagia dan lebih bersyukur pada dirinya sendiri serta memiliki semangat menuju masa depan yang lebih baik (Ali, 2014).
Dampaknya penderita tuberkulosis paru dengan kualitas hidup yang buruk akan mendapatkan gangguan dari program perawatan panjang sampai kadang-kadang terlupa meminum obatnya dan merasakan efek dari obat yang diminumnya, misalnya pusing, mual, dan urine berwarna merah. Sedangkan responden yang kualitas hidupnya baik mendapatkan manfaat dari perawatan yang diikutinya, ialah peningkatan kesehatannya misalnya efek penyakitnya hilang, praktis tidak terganggu oleh efek perawatan dan mendapat manfaat terbaik, dukungan keluarga mereka, lingkungan dan didukung dari pola hidupnya yang sehat (Siti, 2018). Diagnosis tuberkulosis pada seseorang mempengaruhi efektivitas tindakannya.
Efikasi diri yaitu kepercayaan individu terhadap kemampuan agar memperoleh tujuan tertentu yang diinginkan. Efikasi diri rendah menyebabkan kegagalan pengobatan dan buruknya kualitas hidup (Widyaningtyas dkk, 2020).
Rendahnya efikasi diri seseorang berkaitan dengan kondisi fisiologi dan keadaan hatinya. Efikasi diri akan rendah jika keadaan tubuhnya menurun, stres, emosional, kesalahpahaman tentang kondisi tubuh diperbaiki. Evaluasi diri yang negatif dan menyedihkan menyebabkan rendahnya efikasi diri. Penderita tuberkulosis sangat perlu memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya karena memberikan motivasi positif kepada pasien berupa rasa percaya diri yang cukup untuk mengikuti proses pengobatan hingga sembuh. Efikasi diri mengacu pada kepercayaan diri individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, yang pada gilirannya mempengaruhi kognisi dan perilaku (Sartika, 2018).
Rendahnya rasa percaya diri terhadap kemampuan sendiri membuat mereka tidak percaya bahwa penyakitnya akan sembuh, hal ini berdampak buruk pada diri mereka seperti tidak mendapatkan pengobatan secara rutin, putus asa dalam hidup, dan tidak semangat untuk sembuh. Seseorang yang menderita tuberkulosis paru akan mengalami kualitas hidup yang buruk, karena tuberkulosis mempengaruhi seluruh aspek kualitas hidup, termasuk persepsi kesehatan secara umum, kebugaran jasmani, dan kesejahteraan, psikologi, fungsi fisik, dan peran sosial (Muhith et al, 2017 ).
Penelitian tersebut dari Rasnita (2022), berjudul "Hubungan Efikasi Diri dengan Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kota Makassar". Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara efektivitas pengobatan mandiri terhadap kepatuhan berobat bagi pasien tuberkulosis di Puskesmas Kota Makassar. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Tambang, dari 10 penderita TBC paru yang datang berobat ke Puskesmas DOTS, sebanyak 6 orang (60%) berusia antara 46 dan 55 tahun, pada periode tersebut. adalah 3 bulan, dimana 4 orang pasien berusia antara 36 sampai 45 tahun, masa pengobatan selama 5 bulan, Dari 10 orang pasien tuberkulosis paru, 6 orang (60%) mendapat dukungan dan kasih sayang dari keluarga, status sosial ekonominya tergolong dalam kategori rata-rata atau di bawahnya. Saat mewawancarai 10 penderita tuberkulosis, 7 orang (70%) menyatakan tidak puas dengan tidur malamnya karena penderita merasa pusing, mual, batuk, sesak napas, badan lemas dan nafsu makan hilang. pada pasien penurunan berat badan.
Penderita juga merasa frustasi karena waktu pengobatan tuberkulosis yang lama sehingga terkadang lupa minum obat dan mengalami efek samping obat yang diminum, seperti urine berwarna merah. Penyakit tuberkulosis membuat mereka kurang semangat dalam hidup, kehilangan harapan dalam menghadapi penyakit tersebut. Penderita tuberkulosis juga memiliki harga diri yang rendah, misalnya ketika mereka tidak yakin apakah penyakitnya bisa disembuhkan karena sudah menular ke anggota keluarga lainnya. Sedangkan 4 orang (40%) memiliki tingkat percaya diri yang tinggi karena yakin tuberkulosis dapat disembuhkan dan memberikan dampak positif terhadap kualitas hidupnya. Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang tahun 2023. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tambang.
METODE
Desain penelitian ini menggunakan analitik dari desain cross-sectional, artinya semua variabelnya diamati sekali dan pengukuran setiap variabel dilaksanakan dalam periode bersamaan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 5 sampai 16 Juni 2023. Populasi penelitian ini hanya pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang dengan berjumlah 110
penderita yang besar sampelnya 86 penderita memakai teknik pengacakan sederhana. Alat pengukurannya menggunakan kuesioner yang mana kuesioner efikasi diri menggunakan kuesioner GSE dan kuesioner kualitas hidup dengan kuesioner WHOQOL melalui uji chi-square (p<0,05).
HASIL
Karakteristik Responden
Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Lama Pengobatan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Lama Pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Tambang Tahun 2023
No Usia Frekuensi Persentase (%)
36 – 45 tahun
– 55 Tahun 27
31,4
,8
56 - 65 tahun 11 12,8
Jenis Kelamin
Laki-laki 51 59,3
Perempuan 35 41,7
Pendidikan
Pendidikan Tinggi 41 47,7
Pendidikan Rendah 45 52,3
Lama Pengobatan
3 bulan 21 24,4
4 bulan 27 31,4
5 bulan 38 44,2
Pekerjaan
Tidak Bekerja 49 57,0
Bekerja 37 43,0
Total 86 100
Berdasarkan tabel 1 bisa dilihat dari 86 pasien TB Paru, sebanyak 48 orang (55,8%) berusia 46-55 tahun, 51 orang (59,3%) berjenis kelamin laki-laki, 45 orang (52,3%) berpendidikan rendah, 38 orang (44,2%) lama pengobatan 5 bulan dan 49 orang (57%) tidak bekerja.
Analisa Univariat
Supaya mengetahui distribusi frekuensi efikasi diri dan kualitas hidup penderita tuberkulosis maka menggunakan analisa data. Adapun analisa data univariat bisa dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri dan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang
No Efikasi Diri Frekuensi Persentase (%)
Rendah 51 59,3
Tinggi 35 40,7
Kualitas Hidup
Buruk 47 54,7
Baik 39 45,3
Jumlah 86 100
Berdasarkan tabel 2 bisa dilihat dari 86 pasien TB Paru, sebanyak 51 orang (59,7%) memiliki efikasi diri rendah dan sebanyak 47 orang (54,7%) mempunyai kualitas hidup buruk.
Analisa Bivariat
Supaya menemukan hubungan antara variabel independen dan dependen maka dilaksanakan analisa bivariat. Adapun analisa bivariat bisa diketahui dari tabel berikut:
Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien TB di Wilayah Kerja Puskesmas Tambang
Untuk melihat hubungan efikasi diri terhadap kualitas hidup penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang disajikan dengan tabel berikut:
Tabel 3. Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang
Efikasi Diri Kualitas Hidup
Buruk Baik Total P value POR
C1 95%
n % n % N %
Rendah 35 68,6 16 31,4 51 100 0,003 4,193
(1,679-10467)
Tinggi 12 34,3 23 65,7 35 100
Jumlah 47 54,7 39 45,3 86 100
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat sebanyak 51 pasien mempunyai efikasi diri rendah, sebanyak 16 pasien (31,4%) mempunyai kualitas hidup baik, sementara dari 35 pasien efikasi diri tinggi dan 12 pasien (34,3%) kualitas hidup buruk. Berdasarkan uji statistik didapatkan p-valuenya= 0,003 (p <0,05), berarti adanya hubungan revelan antara efikasi diri terhadap kualitas hidup penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang. Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan nilai Prevalensi Odds Ratio (POR) 4,193 artinya responden mempunyai efikasi diri rendah berpeluang 4,193 kali merasakan kualitas hidup buruk daripada responden dengan efikasi diri tinggi.
PEMBAHASAN
Analisa Univariat
Efikasi Diri Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tambang
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 86 pasien tuberkulosis, 51 orang (59,7%) memiliki rasa percaya diri yang rendah.
Efikasi diri sangat penting pada penderita tuberkulosis agar menambah kemandirian mereka ketika menangani penyakit tuberkulosis, hal ini dapat menghasilkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam kesembuhan dan minum obat secara teratur. Pada perawatan tuberkulosis paru, disamping kepercayaan diri penderita, kepatuhan pengobatan juga penting untuk mencapai kesembuhan yang efektif. Pengobatan tuberkulosis paru memakan waktu sebesar 6-9 bulan. Tidak seluruh penderita mampu mematuhi pengobatan dan pengobatan. Obat harus diminum secara teratur berdasarkan panduan dan menyelesaikan pengobatan dalam waktu tertentu secara terus menerus tanpa henti semasa perawatan hingga dikatakan pulih (Istiqomah, 2021).
Efikasi diri yang tinggi mempengaruhi tujuan pribadi seseorang. Oleh karena itu, makin besar efikasi diri maka makin besar tujuan pribadi ditentukan dan diperkuat dengan tanggung jawab seseorang pada tujuannya. Kedua, seseorang yang efikasi diri tinggi bisa menentukan bagaimana mereka bersiap menghadapi tindakan yang diharapkan jika upaya pertama mereka gagal. Orang dengan tingkat efikasi diri tinggi akan memiliki kepercayaan diri agar pulih. Penderita tuberkulosis memiliki percaya diri tinggi supaya meminum obat secara teratur dan dapat . menjaga kebiasaannya tiap hari (Nooratri, Margawati, & Dwidiyanti, 2016). Faktor efikasi diri yang termasuk bagi seseorang menderita tuberkulosis paru antara lain pengalaman
pribadi, pengamatan pada orang lain, persuasi verbal, dan juga penilaian fisiologi. Titik terendah dalam penelitian ini juga terletak pada rasa percaya diri pasien terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pengobatan, sehingga pasien merasa gugup, khawatir, dan takut dihindari oleh semua orang karena penyakit yang dideritanya dapat menular jika pasien pergi atau kembali ke rumah dengan diakibatkan kurang kepercayaan diri pasien pada kemampuannya dalam mengatasi penyakit, suatu permasalahan dimana pasien tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri dalam menjalani pengobatan anti TBC (Novitasari, 2017).
Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian Novitasari (2017). Total responden sebesar 30 jiwa, diperoleh mayoritas responden mempunyai efikasi diri rendah yaitu (53,3%) dan sebanyak (46,7%) responden (46,7%) mempunyai efikasi diri yang rendah. Menurut peneliti, rendahnya rasa percaya diri pasien tuberkulosis disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri pasien dan kurangnya dukungan keluarga untuk membantunya melakukan pengobatan,
Kualitas Hidup Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tambang
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 47 orang (54,7%) memiliki kualitas hidup yang buruk.
Kualitas hidup ialah persepsi pribadi terkait tempatnya dengan konteks budaya dan sistem nilai tempat dengan ia tinggal dan berhubungan tujuan hidupnya, standar, harapan dan tujuan mereka. Mengalami suatu penyakit bukan sesuatu yang sederhana, terlebih apabila penyakitnya adalah penyakit menular misalnya TBC yang pastinya dikhawatirkan masyarakat sehingga dapat membuat penderita TBC merasa kewalahan. Patologi ini dapat mempengaruhi kesehatan pasien tuberkulosis, yang akan berdampak negatif terhadap kualitas hidup mereka. Kualitas hidup buruk bagi penderita TBC bisa mengakibatkan terhambatnya perawatan dan mempunyai dampak negatif bagi kelanjutan perawatan, hingga mengakibatkan penghentian atau penyelesaian perawatan (dropout) (Ratnasari, 2017).
Pemulihan penyakit tuberkulosis yang lama, paling sedikit 6 bulan bisa menyebabkan berubahnya status kesehatan penderita. Berubahnya fisikologi dan psikologi bisa mnentukan kualitas hidup penderita TBC. Penderita TBC melakukan perawatan, baik patuh ataupun tidak konsisten bisa merasakan gangguan fungsi fisik, sosial, psikologi, dan lingkungan sehingga mempunyai dampak bagi kualitas hidup. Orang dengan penyakit kronis bisa mempertahankan hidup untuk waktu yang panjang meskipun mereka dibebani dengan penyakit kronis atau kecacatan. Oleh karena itu pelayanan kesehatan harus memperhatikan kualitas hidup (Putri, 2015).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Cusmarih (2020) didapatkan mayoritas pasien tuberkulosis memiliki kualitas hidup yang rendah di wilayah kerja Pusesmas Bahagia. Menurut peneliti, pasien tuberkulosis mempunyai kualitas hidup yang buruk karena durasi penyakit tuberkulosis yang lama dan waktu pengobatan yang lama, sehingga mendapat stigma dan diskriminasi dari masyarakat, sehingga pasien tidak mendapat pengobatan. menyerah pengobatan.
Analisa Bivariat
Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang
Dari hasil pengamatan didapatkan Dari 51 pasien mempunyai efikasi diri rendah, sebanyak 16 pasien (31,4%) mempunyai kualitas hidup baik. Sementara dari 35 pasien mempunyai efikasi diri tinggi, sebanyak 12 pasien (34,3%) kualitas hidup buruk. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p-valuenya= 0,003 (p <0,05), ini artinya terdapat hubungan bermakna antara efikasi diri terhadap kualitas hidup pasien TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Tambang. Efikasi diri dibentuk bertujuan mencoba kepercayaan diri seseorang dalam melaksanakan aktivitas dipilihnya sesuai aktivitas yang diinginkan. Efikasi besar bisa berdampak pada peningkatan kualitas hidup penderita tuberkulosis paru. Efikasi diri adalah bagian dari aspek pengetahuan diri ataupun self-knowledge mempunyai dampak sangat besar untuk kehidupannya sehari-hari masyarakat, sebab efikasi diri juga menentukan seseorang untuk bertindak akan dilakukannya untuk memperoleh tujuannya (Hidayati, 2017).
Efikasi diri besar bisa memberikan dorongan seseorang agar melakukan tindakan tepat dan cepat. Efikasi diri kuat memberikan keyakinan seseorang bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk melaksanakan perilaku diinginkan. Tanpa efikasi diri, individu akan ragu-ragu dalam melakukan suatu perilaku. Namun otonomi besar dan kualitas hidup buruk disebabkan oleh kurang dari dukungan keluarga, beberapa anggota keluarga tetap takut untuk dekat dengan orang yang sakit, takut untuk berbicara dengan mereka dan mengembangkan sikap hati-hati. seperti mengisolasi korban. Hal ini akan menyinggung perasaan korban. Penderita akan mengalami depresi dan merasa terisolasi sehingga dapat mempengaruhi psikologi dan kualitas hidupnya (Sulistyono, 2017).
Kualitas hidup adalah penanda terpenting dalam mengevaluasi kesuksesan layanan kesehatan, baik dalam mencegah ataupun mengobati, bukan hanya dalam kaitannya dengan bidang fisik tetapi juga dalam kaitannya dengan fungsi sosial, emosi, kecerdasan dan kognisi serta perasaan terhadap kesehatan dan hidup. kepuasan. Kualitas hidup yang buruk menimbulkan kondisi penyakit yang semakin parah, dan penyakit dapat menyebabkan kualitas hidup seseorang menurun terutama pada penyakit kronis yang sulit diobati (Muna, 2018).
Kualitas hidup adalah persepsi ataupun pandangan subjektif individu pada kesehatan dan kadar kebahagiaannya. Kualitas hidup pasien TBC bisa diakibatkan dari kondisinya atau stigma yang dialaminya. Tuberkulosis berdampak pada rendahnya kualitas hidup seseorang, karena tuberkulosis mempengaruhi seluruh aspek kualitas hidup, antara lain: kesadaran akan kesehatan umum, kesehatan fisik, kesejahteraan psikologi, ketenangan jiwa, fungsi fisik mental dan peran sosialnya. Hal ini menguatkan stigma dirasakan penderita TBC bisa berdampak negatif terhadap kualitas hidup penderita TBC hingga menyebabkan kualitas hidup pasien tersebut semakin buruk dan menurun (Sari, 2018).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Yuniarti (2021) dengan judul hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Lembang, hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Lembang dengan nilai p-valuenya sebesar 0,004.
Berdasarkan hipotesis peneliti, responden mempunyai tingkat efikasi diri rendah namun kualitas hidup baik dikarenakan mayoritas responden tidak bekerja. Jika terdakwa tidak bekerja, aktivitasnya di rumah akan berkurang dan stresnya akan berkurang. yang dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penyebab lainnya menentukan kualitas hidup penderita tuberkulosis yaitu tingkat pendidikannya. Hasil penelitian didapatkan sebagian responden mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi efikasi diri mereka. Penderita yang tingkat pendidikannya lebih tinggi mempunyai efikasi diri dan pemeliharaan diri lebih baik. Hal ini dikarenakan semakin dewasa dengan berubah dalam diri mereka, maka mereka cenderung memperoleh efek positif dari luar, khususnya pengetahuan kesehatan diterimanya. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa responden mempunyai rasa percaya diri yang tinggi namun kualitas hidup buruk karena 55,8% penderita tuberkulosis paru berusia 46-55 tahun sehingga penderita tuberkulosis mempunyai penyakit kronis. efektivitas. fungsi tubuh yang disebabkan oleh kondisi degeneratif, yang akan menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita. Penyebab lainnya yaitu rendahnya kualitas hidup penderita tuberkulosis adalah lamanya pengobatan yang harus dijalani oleh pasien tuberkulosis, yaitu sebagian besar harus berobat selama 5 bulan. Selama berobat, penderita
tuberkulosis akan menjadi malas dan bosan. Penggunaan obat-obatan serta efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat membuat pasien khawatir dalam menggunakan obat sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien tuberkulosis paru. Keberhasilan pengobatan tuberkulosis tidak hanya ditentukan oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatan, tetapi juga oleh kondisi keluarganya. Obat-obatan yang digunakan oleh pasien tuberkulosis akan memberikan efek yang baik apabila didukung dengan kondisi keluarga yang baik (Alini, 2017).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian bahkan pembahasan bisa disimpulkan bahwa adanya hubungan bermakna antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Tambang Tahun 2023.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada dosen Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, keluarga dan teman yang telah mendukung peneliti untuk melakukan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. (2014). Hubungan Antara Perilaku Ibu dan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Anak di Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/10038. Diakses tanggal 15 Mei 2023
Aini & Rufia, 2019. (2017). Karakteristik Penderita Tuberculosis Multidrug Resistant (TB MDR) di Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2017. Pendidikan dan Koonseling. Vol4 No . dari https:// repository. badan kebijakan. kemkes.go.id/id/eprint/1127/1/2120-1339-1-PB%20%281%29.pdf. Diakses tanggal 20 Mei 2023
Cusmarih. (2020). Efektifitas Dukungan Keluarga Dan Motivasi Terhadap Kepatuhan Minum Obat Oat Pada Pasien TBC Di Wilayah UPTD Puskesmas Bahagia Tahun 2022. Jurnal pendidikan dan Konseling. Vol 4 No. 3 tahun 2022. Dari https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/article/download/506/456. Diakses tanggal 21 Juni 2023
Dinkes Kota Pekanbaru. (2021).Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2019. Pekanbaru: Dinkes Kota Pekanbaru
Hidayati. (2017). Penerapan Pendidikan Kesehatan Perawatan TB Paru. Jurnal Vol. 2 No. 2. Dari http://journal2. um. ac.id / index. php/ preventia/ article/ download/ 3191/1964. Diakses tanggal 24 April 2023
Istiqomah (2021). Hubungan self efficacy dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB paru di Puskesmas Pekayon Jaya. Jurnal Keperawatan. Vol.1 No 1.Dari https://www.academia.edu/download/67062790/download.pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2023
Muhith, A, Saputra, H & Siyoto, S. (2017). The Correlation Between Healthy House Condition and Dyspnea Frequency of Pulmonary Tuberculosis Patients. Proceedings of Health Science “FK-DIKUA,” (978-602-1081-13– 6), 84–88.
Muna. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien TB Paru di rs khusus paru lubuk alung Sumatra Barat. Jurnal keperawatan Abdurrab. Vol 2(1), 30-31. Dari https://ejurnal. ung. ac.id/ index.php/ jsscr/ article/viewFile/14195/4194. Diakses tanggal 10 April 2023
Novitasari. (2017). Hubungan Efikasi Diri dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember. Jember. Jurnal Universitas Jember. Dari https://jkb.ub.ac.id/index. php/jkb/article/download/2496/743. Diakses tanggal 15 Mei 2023
Nooratri, E. D., Margawati, A., & Dwidiyanti, M. (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Diri Pada Pasien TB Paru. Jurnal Ilmiah Keperawatan Dan Kesehatan, (1), 1–7. Dari https: //jurnal kesmas. ui.ac.id/arsi/ article/download/2186/724. Diakses tanggal 15 Mei 2023
Putri. (2015). . Gambaran Status Gizi pada Pasien Tuberkulosis Paru (TB Paru) yang Menjalani Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal JOM FK, 3(2),1-16.http://jurnal.politeknikyakpermas.ac.id/index.php/jnh/article. Diakses tanggal 13 Mei 2023
Rarani. (2014). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarsari Kabupaten Jember. Digital Repositori Universitas Jember. Skripsi. Universitas Jember. Dari https://repository.unair.ac.id/85194/4/full%20text.pdf
Rasnita. (2022). Hubungan efikasi diri dengan kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis di Puskesmas Kota Makassar. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol 2 No 2. Dari http://repository.unhas.ac.id/22470/2/19-07-2022%201-2.pdf
Ratnasari. (2017). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada PenderitaTuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru Yogyakarta Unit Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 8. Diakses tanggal 11 Mei 2023. Dari https://www.ejournal.stikesrshusada.ac.id/index.php/jkh/view/57/20
Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/2018.pdf. Diakses tanggal 25 Juni 2023
Sari. (2018). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Delanggu Kabupaten Klaten. Interes. J.Jurnal Ilmu Kesehat. 6, 7–12 (2017). Dari http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/download/274/245. diakses tanggal 11 Mei 2023
Sartika. (2018). Analisis Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru terhadap Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis di Wilayah Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2020. Jurnal Aceh Medika, 4(2), 122–136. Dari https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/best/article/view/5976. Diakses tanggal 11 Mei 2023
Sulistyono. (2017). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, proses Dan. Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widyaningtyas, Widiyanto, Aris. (2020). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas Delanggu Kabupaten Klaten, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 6(1), pp.7-12. Dari http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/274. Diakses tanggal 12 Mei 2023
World Health Organization. (2018). Global Tuberculosis Report. Geneva
World Health Organization. (2020). Global Tuberculosis Report. World Health Organization
Yuniarti. (2021). Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Lembang. Jurnal Kesehatan Lentera Acitya, 7(2), 59-66. Dari https://karya.brin.go.id/Universitas%20Malahayati%20.pdf Diakses tanggal 15 Maret 2023.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Noranisa Noranisa, Alini Alini, Ade Dita Puteri
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work’s authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal’s published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).