Analisis Hukum Pembentukan Daerah dan Penyelenggaraan Pemerintahan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Ditinjau dari Perspektif Otonomi Daerah
DOI:
https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i5.6731Abstract
Penyebutan IKN menjadi polemik karena dianggap tidak sesuai dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia. Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepala Otorita IKN pun akan ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah meminta pertimbangan DPR. Ini sesuai yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Padahal, merujuk Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, masing-masing kepala pemerintahan daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota dipilih secara demokratis. Pemaknaan daerah bersifat khusus sebetulnya telah tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81 Tahun 2010. Sedangkan, tidak ada keterangan yang jelas mengenai hak asal usul dan kebutuhan yang nyata yang melekat di wilayah IKN yang menjadikan Otorita IKN begitu berbeda dalam pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahannya. Rumusan Masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: a) Bagaimana analisis pembentukan Otorita Ibu Kota Nusantara ditinjau dari tata cara pembentukan daerah? b) Bagaimana analisis penyelenggaraan pemerintahan Otorita IKN ditinjau dari perspektif otonomi daerah? Dengan menggunakan metodologi penelitian metode yuridis normatif atau metode penelitian hukum doktrinal, maka ditemukan bahwa Pemindahan ibu kota negara menjadi IKN memiliki legitimasi hukum yang lemah. Otorita IKN, yang dalam ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2022 disebut sebagai sebutan lain dari Pemerintahan Daerah Khusus IKN, tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan dalam pembentukannya. Pembentukan daerah, yang dalam ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 bersifat bottom up atau diusulkan oleh Pemerintah Daerah kemudian dikonsultasikan dan dikaji oleh Pemerintah Pusat, menjadi diabaikan dengan inisiatif pembentukan dan proses legislasi yang berepisentrum di Pemerintah Pusat. Kemudian, sebagai wilayah yang disebut sebagai nama lain dari Pemerintahan Daerah Khusus, IKN memiliki keistimewaan untuk tidak menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) selain pemilu tingkat nasional. Ini disebabkan tidak adanya DPRD yang menjadi saluran aspirasi politik masyarakat daerah. Kepala Otorita IKN juga tidak dipilih oleh masyarakat sebagaimana kepala pemerintahan daerah yang lain. Kepala Otorita IKN akan dipilih dan diberhentikan oleh Presiden. Kekhususan seperti inilah yang dimaknai oleh Pemerintah Pusat yang menimbulkan kesan IKN dikecualikan dari daerah-daerah yang lain. Perbedaan tersebut didasarkan pemaknaan “pemerintahan daerah yang bersifat khusus” yang mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang dibangun melalui konstruksi otonomi daerah.Downloads
Published
2022-09-10
How to Cite
Sihombing, M. P. ., & Oktavian, D. P. . (2022). Analisis Hukum Pembentukan Daerah dan Penyelenggaraan Pemerintahan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Ditinjau dari Perspektif Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(5), 1039–1051. https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i5.6731
Issue
Section
Articles
License
Copyright (c) 2022 Metho P. Sihombing, Daniel Pradina Oktavian

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgement of the works authorship and initial publication in this journal. Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journals published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal. Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).





.png)









