Gambaran Kecemasan akan Kematian pada Lansia yang Sudah Sayur Matua dalam Budaya Simalungun

Authors

  • Sharon Lauranita Purba Universitas Kristen Satya Wacana
  • Berta Esti Ari Prasetya Universitas Kristen Satya Wacana

DOI:

https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i2.14269

Abstract

Suku Simalungun sebagai salah satu sub suku Batak memiliki dua pandangan terhadap kematian yaitu kematian sebagai duka; dan kematian yang dianggap sebagai suka cita (Sinaga, 2008). Kematian yang dianggap sebagai sukacita adalah bila orang yang meninggal sudah sayur matua. Istilah sayur matua dalam Simalungun diberikan kepada lansia yang berumur 60 tahun atau lebih dan yang dianggap telah selesai melaksakan tugasnya dan sebagai suatu simbol dari kesempurnaan hidup orang tua. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana gambaran kecemasan akan kematian pada lansia yang menurut pandangan suatu budaya sudah berada pada tahap kesempurnaan dan kebermaknaan hidup yaitu sayur matua. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan partisipan dipilih menggunakan purposive sampling. Penelitian dilakukan di desa Tigarunggu kabupaten Simalungun dari bulan September sampai dengan Oktober 2022. Hasil penelitian menunjukan bahwa walaupun ketiga partisipan sudah sayur matua, namun ketiga partisipan masih memiliki kecemasan akan kematian. Perbedaan pandangan dan makna sayur matua pada partisipan membuat kecemasan akan kematian antar partisipan dalam penelitian juga berbeda. selain itu sumber, bentuk dan dampak kecemasan akan kematian yang dialami memiliki perbedaan antara ketiga partisipan.

Downloads

Published

2023-04-20

How to Cite

Purba, S. L. ., & Prasetya, B. E. A. . (2023). Gambaran Kecemasan akan Kematian pada Lansia yang Sudah Sayur Matua dalam Budaya Simalungun . Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 5(2), 4925–4933. https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i2.14269