KUALITAS PEMERIKSAAN TELUR SOIL TRANSMITTED HELMINTH MENGGUNAKAN PEWARNA ALTERNATIF KUNYIT (Curcuma longa)
DOI:
https://doi.org/10.31004/jkt.v5i3.33335Keywords:
kunyit, pewarna alternatif, telur cacing STHAbstract
Cacing parasit golongan nematoda (cacing usus) menginfeksi manusia yang menelan telurnya melalui rute fekal oral biasa disebut cacing Soil Transmitted Helminth (STH). Pada tahun 2023, World Health Organization (WHO) menyebutkan sekitar 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi orang di dunia terinfeksi oleh telur cacing STH. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melakukan survey di beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan hasil prevalensi kecacingan pada anak-anak berkisar 60% hingga 90%. Pewarna rutin yang sering digunakan untuk pemeriksaan telur cacing adalah eosin 2% dan lugol iodin 5%. Kunyit (Curcuma longa) merupakan salah satu pewarna alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna ramah lingkungan pada pemeriksaan telur cacing STH karena memiliki kandungan zat pigmen warna antosianin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kualitas sediaan telur cacing STH menggunakan pewarna lugol iodin 5% dan pewarna larutan kunyit dengan eosin 2% sebagai kontrol. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan setiap sediaan diberi 3 perlakuan yang berbeda, yaitu menggunakan pewarna eosin 2%, lugol iodin 5% dan larutan kunyit. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS Uji Kruskal-Wallis dan Mann Whitney. Hasil yang didapatkan terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunakan pewarna eosin 2%, lugol iodin 5% dan larutan kunyit. Tetapi antara pewarnaan menggunakan lugol iodin 5% dan larutan kunyit tidak terdapat perbedaan. Disimpulkan bahwa pewarna larutan kunyit cukup baik dalam mewarnai sediaan telur cacing STH, sehingga dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pemeriksaan telur cacing STH meskipun kontras tidak sebaik eosin 2%.References
Hastuti, P., & Dwi, H. (2021). Efektivitas Rendaman Daun Jati (Tectona grandis Linn f) Dalam Mewarnai Stadium Telur Parasit STH (Soil Transmitted Helminth). Journal of Pharmacy, 10 (2), 41-47.
Kartini, S., Kurniati, I., Jayati, N. S., & Sumitra, W. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di RW 07 Geringging Kecamatan Rumbai Pesisir. JOPS (Journal Of Pharmacy and Sciences), 1(1), 33-39.
Khasanah, N. A. H., Husen, F., Yuniati, N. I., & Rudatiningtyas, U. F. (2023). Kualitas Rendaman Simplisia Rimpang Kunyit (Curcuma longa) Sebagai Pewarna Alternatif Telur Ascaris lumbricoides. Jurnal Bina Cipta Husada, 19 (2), 55-59.
Kumar, S., Singh, N., Singh, A., Singh, N., & Sinhas, R. (2014). Use of Curcuma longa L. extract to stain various tissue samples for histological studies. AYU (An International Quarterly Journal of Research in Ayurveda), 35(4), 447.
Mutoharoh, L., Santoso, S. D., & Mandasari, A. A. (2020). Pemanfaatan Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Sebagai Alternatif Pewarna Alami Sediaan Sitologi Pengganti Eosin Pada Pengecetan Diff-Quick. Jurnal SainHealth, 4(2), 25.
Nizar, M., Hamtini., & Alifa, U. (2023). Optimasi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Sebagai Alternatif Eosin 2% Untuk Pemeriksaan Telur Cacing Ascaris lumbricoides. Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 9 (2), 176.
Nurhalina., & Desyana. (2018). Gambaran Infeksi Kecacingan Pada Siswa SDN 14 Desa Muara Laung Kabupaten Murung Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2017. Jurnal Surya Medika, 3 (2), 41-42.
Oktari, A., & Mu’tamir, A. (2017). Optimasi Air Perasan Buah Merah (Pandanus sp.) Pada Pemeriksaan Telur Cacing. Jurnal Teknologi Laboratorium, 6(1), 8-17.
Permatasari, R., Endang, S., & Puput, C. (2021). Potensi Daun Mina (Plectrathu scutellaroides) sebagai Pewarna Alternatif Pengganti Eosin dalam Pemeriksaan Telur Cacing Soil Transmitted Helminth (STH). Prosiding Seminar Kesehatan Perintis, 4(2), 30-36.
Rahmadila, K., Nurhidayanti., Sari, I., & Hartati, D. (2023). Perbandingan Kualitas Sediaan Telur Cacing Trichuris trichiura Menggunakan Pewarna Eosin Dan Pewarna Perasan Kulit Buah Manggis. Jurnal Masker Medika, 11 (1), 199.
Regina, M. P., Halleyantoro, R., & Bakri, S. (2018). Perbandingan Pemeriksaan Tinja Antara Metode Sedimentasi Biasa Dan Metode Sedimentasi Formol Ether Dalam Mendeteksi Soil Transmitted Helminth. Diponegoro Medical Journal, 7(2), 527-537.
Rosyidah, H. N., & Prasetyo, H. (2018). Prevalence Of Intestinal Helminthiasis In Children At North Keputran Surabaya At 2017. Journal Of Vocational Health Studies, 1(3), 117– 120.
Sa’diyah, R. A., Budiono, J. D., & Suparno, G. (2015). Penggunaan Filtrat Kunyit (Curcuma domestica Val.) Sebagai Pewarna Alternatif Jaringan Tumbuhan Pada Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon). Jurnal Biologi Education, 4(1), 765-769.
Samber, L. N., Haryono, S. & Budi, P. (2013). Karakteristik Antosianin Sebagai Pewarna Alami. Proceeding Biology Education Conference “Biology, Science, Environmental, And Learning”. 10(3). Universitas Sebelas Maret. 68-71.
WHO. (2023). Soil-transmitted helminth infection. Diambil dari World Health Organization: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-infections. Diakses tanggal 18 Januari 2024.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Anita Khoirun Nisa, MONIKA PUTRI SOLIKAH MONIKA, TRI DYAH ASTUTI
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work’s authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal’s published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).